Bunga-Bunga Liar yang Tumbuh di Pinggiran Jalan

Bunga liar tak pernah peduli bagaimana mereka akan dilihat; mereka mekar sesuka hati. Tumbuh di mana pun dan kapan pun tak jadi soal. Menjalar bersama rumput atau menjulang tinggi menyamai tanaman lain, mereka tak memikirkan apa pun. Kadang mereka tumbuh di pinggiran jalan tanpa dihiraukan. Mereka hidup sebagaimana alam menuntun, sebagaimana angin berhembus.

Bunga liar hanya tumbuh, mekar, lalu layu dengan damai. Mereka tenang, indah, dan anggun, bahkan ketika tak seorang pun peduli.

Tapi kamu bukan bunga liar.

Di halaman rumah milik seorang Nyonya dan Tuan, kamu ditanam dengan penuh ketekunan. Di sebuah pot berisi tanah gembur dan pupuk kompos yang sehat. Sejak masih benih, kamu telah diperlakukan istimewa. Kamu dijauhkan dari hama, diberi tempat nyaman yang terkena hangatnya matahari, disiram air segar setiap pagi oleh Nyonya, dan ditatap penuh harap oleh Tuan setiap senja. Kamu dirawat dengan cinta.

Karena itu, kamu harus mekar dengan sempurna.

Saat daun pertamamu tumbuh, kamu gelisah—apakah dahanmu akan cukup kuat menopang daun-daun lain yang segera tumbuh?
Saat dahanmu berhasil menyangga daun-daun hijau segar, kamu khawatir—apakah kamu akan menumbuhkan kuncup-kuncup indah seperti bunga lain?
Saat kuncupmu mulai memenuhi tangkai, kamu resah—bagaimana jika kuncupmu tak mekar sempurna? Bagaimana jika ia layu sebelum waktunya?

Kamu menghabiskan waktu dalam rasa payah.

Ketika akhirnya kuncupmu mekar, kamu kembali cemas. Apakah bungamu cukup indah? Apakah kini kamu sudah menjadi tanaman yang sempurna? Apakah kamu akan bertahan dengan bunga itu tanpa patah? Bagaimana jika angin meniupmu hingga goyah? Bagaimana jika kumbang atau kupu-kupu membuatmu rapuh?

Yang jelas, semuanya membuatmu lelah.

Di manakah kamu akan berakhir?
Seperti bunga liar yang mati dengan damai, lalu digantikan benih-benih baru yang tumbuh lembut?
Atau kamu akan terus berbunga di pot itu, bersama Nyonya di halaman rumahnya—diberi pupuk agar terus tumbuh dalam bingar harapan, disirami air setiap pagi dengan segala bentuk ekspektasi, tanpa tahu air hujan sama segarnya?

Kamu bersemayam di tempat nyaman dengan sinar matahari yang cukup, tanpa tahu bagaimana rasanya terik dan kering kemarau. Kamu harus tumbuh seperti yang diinginkan Nyonya dan Tuan.

Kamu tak punya pilihan. Kamu adalah bunga yang ditanam Nyonya dengan penuh cinta, dan dirawat Tuan dengan penuh kebanggaan. Jadi, bagimu, bertahan semampumu sudah cukup—karena kamu dicintai. Bertumbuh dengan baik, lalu berbunga dengan sempurna.

Meski kamu tumbuh dalam ketakutan, dan berbunga dalam kecemasan.

Atau mungkin sebenarnya kamu hanya tak berani memilih di antara banyak pilihan? Seperti bunga-bunga liar yang hidup sebagaimana alam memberinya—menerima hujan beserta badai, menikmati matahari dengan teriknya.

Tanpa ditanya pun, kamu ingin menjadi bunga liar yang tumbuh di pinggiran jalan: bebas dan lepas. Mereka tumbuh bersama, saling memberi kekuatan. Mereka bertahan dengan saling memegang dahan.

Mereka tidak berjuang menjadi sempurna sendirian, sepertimu. Bahkan mereka tak berusaha menjadi sempurna. Karena tak ada yang menuntut, tak ada harapan berlebih, tak ada yang perlu mereka kecewakan seperti Tuan dan Nyonya itu. Mereka hanya tumbuh tanpa ketakutan akan ketidaksempurnaan—menerima keindahan yang sederhana, dan mencintai segala bentuk rupanya.

Sarah Nanda Lufiana, yang lebih dikenal dengan nama pena Sarah Lufiana, lahir di Grobogan pada 15 Januari 2002. Lulusan jurusan Sastra Inggris UIN Raden Mas Said Surakarta ini mulai menulis sejak masa kuliah, dengan ketertarikan kuat pada tema ingatan, kehilangan, dan suara-suara perempuan. Karyanya antara lain Redum dan Badai Kupu-Kupu (Sepotong Kisah di Balik ’98), serta sejumlah cerita pendek. Di luar dunia kepenulisan, Sarah aktif mengajar di sebuah sekolah swasta di Jawa Tengah, di mana ia terus menumbuhkan kecintaan murid-muridnya pada sastra dan bahasa. Ia berbagi refleksi, karya, dan kesehariannya melalui media sosial: Instagram dan TikTok @iam.sar_, serta Twitter @badai_kupu_kupu.


One thought on “Bunga-Bunga Liar yang Tumbuh di Pinggiran Jalan

  1. Bunga liar yang tumbuh sembarang di jalan, adalah bentuk kebebasan dirinya, potret bahwa ia bisa menjadi tameng dari segala carut-marut bisingnya jalan, tak takut mati apabila anak nakal sengaja memetiknya. Bunga liar yang tumbuh sembarang, telah hidup lebih baik sebagaimana mestinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *